Rabu, 15 Juni 2011

Mengatur Huruf dan Warna

Untuk para blogger baru, anda akan menikmati fasilitas baru dari blogger.com, yaitu anda bisa mengatur jenis font (huruf) serta warna font dengan sangat mudah. Di bawah adalah langkah untuk mengatur Fonts And Colors (khusus untuk blogger baru dengan template baru, sedangkan untuk blogger yang memakai template klasik, menu ini tidak disediakan). Klik menu "Fonts and Colors", maka akan muncul beberapa pengaturan : (ini khusus untuk template "minima")
Page Background color --> pengaturan warna background blog. Silahkan klik warna yang ada di sebelah kanan yang di sukai

Text Color --> pengaturan warna hurup dari posting-an

Link Color --> pengaturan warna hurup yang di link

Blog Title Color --> pengaturan warna hurup judul Blog

Blog Description Color --> pengaturan warna hurup deskripsi blog

Post Title Color --> pengaturan warna hurup judul posting-an

Border Color --> pengaturan warna kotak yang mengelilingi judul blog, serta garis pemisah

Sidebar Title Color --> pengaturan warna hurup judul yang anda di sidebar (kolom samping)

Sidebar Title Color --> pengaturan warna hurup yang ada di sidebar(kolom samping)

Visited link Color --> pengaturan warna hurup link ketika pengunjung mengarahkannya ke tulisan yang mengandung link

Text Font --> pengaturan jenis hurup,berlaku untuk hurup hasil dari posting-an ataupun hurup yang ada di sidebar

Sidebar Title Font --> pengaturan jenis hurup untuk judul yang ada di sidebar serta tanggal postingan

Blog Title Font --> pengaturan jenis hurup Judul blog

Blog Description Font --> Pengaturan jenis hurup dekripsi blog

Post Footer Font --> pengaturan jenis hurup footer (contoh : posted by )

Klik “ SAVE CHANGES” untuk mengakhiri pengaturan. Selesai

Untuk template-template selain template "minima", pada dasarnya sama aja, hanya saja ada sedikit perbedaan, tapi itu tidak sulit. Untuk mengetahui tulisan mana yang sedang di rubah oleh anda, anda cukup melihat mana yang berubah tulisannya pada preview yang terletak sebelah bawah

Amino Freedom MeeGo TV


Seperti yang Anda tahu, MeeGo bukan hanya untuk telepon dan tablet, cukup banyak untuk segala sesuatu yang memiliki layar atau dapat dilihat di layar. Berikut generasi pertama dari Intel dan Nokia MeeGo untuk TV pada kotak Amino Freedom OTT Hybrid Media Center.

Percakapan kadang sulit di dengar, tetapi Anda dapat melihat beberapa hal-hal menarik seperti bagaimana MeeGo dapat menggunakan Aplikasi Linux seperti Open Arena yang belum dikompilasi ulang untuk MeeGo. Salah satu alasan Amino mengutip untuk menggunakan MeeGo karena perkembangan pesat pada pasaran. Untuk Amino, Penuh Terbuka Linux , lebih cepat daripada jika telah menggunakan platform lainnya. Ada juga model dari flash diaktifkan webkit browser, lebih cepat seperti media antarmuka ikon pusat. Hal ini juga tampak bahwa akan datang dengan MeeGo App Store Up.
Beberapa Tech Spesifikasi lebih seperti netbook screenless dari set top box.

* Intel Processor CE4150 untuk menjadi media player prosesor tercepat yang tersedia, dengan di 1,2 GHz processor 400 MHz dan GPU
* 250 Gb Hard Disk Drive
* 512Mb RAM memori Utama
* HDMI 1.3 Video Komposit (Pengiriman dengan HDMI 1.4)
* Analog Audio
* Ethernet 10/100 BASE-T
* 2 x USB 2.0

meeGo

MeeGo merupakan platform perangkat lunak berbasis Linux yang diumumkan pertama kali di Mobile World Congress. MeeGo digunakan untuk menggabungkan upaya dari Intel pada Moblin dan Nokia pada Maemo menjadi satu proyek dibawah Linux Foundation
Meego di desain untuk sistem operasi pada beberapa perangkat, termasuk netbook, tablet, handheld, dan infotainment dalam kendaraan.

MeeGo Untuk Tablet




Kita berada di hari-hari awal revolusi tablet. Sekarang pembuat tablet dapat dengan cepat mengembangkan produk tablet dibedakan menggunakan aplikasi MeeGo ekosistem terbuka-suatu pembeda penting dalam pasar tablet. Perangkat ini memiliki layar yang cukup besar dan daya proses untuk mendukung konten asli yang mewah dan aplikatif. Dan meeGo ini dapat digunakan untuk laptop dan desktop.

MeeGo Untuk Netbooks



MeeGo ringan scalable,sistem operasi yang memberikan pengalaman, Internet menarik kaya untuk pengguna netbook. Sekarang kode MeeGo UX tersedia untuk membuka pengembang sumber, ada referensi yang kuat untuk membangun koneksi tersebut. Dengan dukungan canggih untuk konektivitas, MeeGo adalah platform yang menarik bagi penciptaan netbook serta pengembangan aplikasi.



MeeGo Untuk INP




Pengemudi dan penumpang sekarang mengharapkan jenis yang sama inovasi dalam kendaraan mereka yang mereka lihat di komputer mobile. Sistem INP memberikan navigasi, hiburan, dan layanan komputasi jaringan dalam berbagai jenis kendaraan. MeeGo ™ platform perangkat lunak INP memungkinkan Internet mewah dan pengalaman konsumen multimedia untuk kendaraan. Ini menyediakan komponen teknologi kunci untuk membangun sistem canggih INP, seperti layar utama INP dan taskbar,teks dalam percakapan dan mendukung pengenalan suara.


MeeGo Untuk TV Smart




Konsumen permintaan akses ke semua konten mereka di semua layar mereka berinteraksi dengan di rumah, dari komputer mobile dan handset untuk televisi digital. MeeGo ™ untuk memberikan pengalaman TV Smart, lengkap Linux berbasis standar terbuka stack dioptimalkan untuk perangkat ruang tamu, seperti pemain * Blu-ray, set top box, dan TV digital. Hal ini memungkinkan pengguna menikmati akses ke beberapa aplikasi, layanan, dan media pribadi, semua saat menonton TV.

MeeGo Untuk Ponsel



Generasi smartphone memungkinkan pengguna menikmati pengalaman Internet mewah dan dinamis, menonton film HD, dan multitask tidak seperti sebelumnya pada perangkat kecil. MeeGo platform berbasis memungkinkan ekosistem aplikasi dan layanan untuk handset. Ini mencakup komponen teknologi handset kunci untuk digunakan dalam pengalaman pengguna dan pengembangan perangkat, seperti dialer, melihat pesan, foto dan aplikasi video.

camar putihku

dibalik rasa bangga yang ku miliki ini, ku simpan rasa cemas yang begitu besar...
akan kah aq menggenggam burung camar ini sampai ku tempatkan dia dalam sangkar milikku..
atau dia akan mengepakkan sayap sekuat tenaga yang dia miliki untuk lepas dari genggaman tanganku...
aq tak pernah tau yang dia rasakan,,,
nyamankah dia disana?? Bahagiakah dia disana??
Atau...
kesakitankah dia disana...
aq mencoba untuk berikan yang terbaik baginya....
memberikan dia kehangatan dalam pelukanku,
memberi dia dekapan yang penuh kelembutan ....
walaupun aku tau , ada duri di balik bulu yang lembut itu
namun aku mencoba menahan rasa sakit karnanya.
Aq mencoba tetap menggenggam burung camarku...
Meskipun ku rasakan luka di balik tanganku... tak pernah ku coba untuk melihat luka ini tapi hatiku ternyata ikut merasakannya...
Kuanggap tusukan duri itu hanya luka sementara..
namun duri itu masih tertancap dalam di balik dagingku...
Duri itu yang membuatku sakit ketika burung camarku memberontak ingin lepas dari dekapanku....
Aq tak tau lagi harus bagai mana,,,,
Yang aku harap, burung camarku tak kan lagi memberontak utk terbang...
Ku ingini dia diam disana sampai nanti ku tempatkan dia dalam sangkar cinta yang sudah ku rangkai hanya untuknya,,,

pemasangan templates pada blogger

Jika Anda sudah mendownload template, maka muncul pertanyaan selanjutnya, "Bagaimana memasang template tersebut di blog?" Caranya sangat mudah.


http://www.poweredtemplates.com/images/img/brochure_template.jpg


Langkah selanjutnya adalah mengunggah template yang telah anda buat ke blogger.com
1. Buka www.blogger.com
2. Login isikan e-mail dan password seperti yang kemarin telah anda buat.
3. Anda akan masuk ke Dasbor blog Anda
4. Klik Tata Letak (sekarang, Design/Rancangan)
5. Klik Edit HTML
6. Klik Browse
7. Cari template anda
8. Klik file template tersebut
9. Kemudian Klik Unggah
10. Tunggu beberapa saat untuk proses
Buka blog anda dan perhatikan perubahannya.

Rabu, 25 Mei 2011

Kelarutan Protein


Protein (akar kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur serta fosfor. Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus (Wikipedia, 2007).
Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena zat ini berfungsi sebagai sumber energi dalam tubuh serta sebagai zat pembangun dn pengatur. Protein adlaah polimer dari asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung unsur-umsur C, H, O, N, P, S, dan terkadang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarno, 1992).
Kebanyakan protein merupakan enzim atau subunit enzim. Jenis protein lain berperan dalam fungsi struktural atau mekanis, seperti misalnya protein yang membentuk batang dan sendi sitoskeleton. Protein terlibat dalam sistem kekebalan (imun) sebagai antibodi, sistem kendali dalam bentuk hormon, sebagai komponen penyimpanan (dalam biji) dan juga dalam transportasi hara. Sebagai salah satu sumber gizi, protein berperan sebagai sumber asam amino bagi organisme yang tidak mampu membentuk asam amino tersebut (heterotrof) (Wikipedia, 2007).
Protein merupakan salah satu dari biomolekul raksasa, selain polisakarida, lipid, dan polinukleotida, yang merupakan penyusun utama makhluk hidup. Selain itu, protein merupakan salah satu molekul yang paling banyak diteliti dalam biokimia. Protein ditemukan oleh Jöns Jakob Berzelius pada tahun 1838 (Wikipedia, 2007).
Biosintesis protein alami sama dengan ekspresi genetik. Kode genetik yang dibawa DNA ditranskripsi menjadi RNA, yang berperan sebagai cetakan bagi translasi yang dilakukan ribosom. Sampai tahap ini, protein masih "mentah", hanya tersusun dari asam amino proteinogenik. Melalui mekanisme pascatranslasi, terbentuklah protein yang memiliki fungsi penuh secara biologi (Wikipedia, 2007).
Struktur tersier protein. Protein ini memiliki banyak struktur sekunder beta-sheet dan alpha-helix yang sangat pendek. Model dibuat dengan menggunakan koordinat dari Bank Data Protein (nomor 1EDH) (Wikipedia, 2007).
Struktur protein dapat dilihat sebagai hirarki, yaitu berupa struktur primer (tingkat satu), sekunder (tingkat dua), tersier (tingkat tiga), dan kuartener (tingkat empat). Struktur primer protein merupakan urutan asam amino penyusun protein yang dihubungkan melalui ikatan peptida (amida). Sementara itu, struktur sekunder protein adalah struktur tiga dimensi lokal dari berbagai rangkaian asam amino pada protein yang distabilkan oleh ikatan hidrogen (Wikipedia, 2007).
Berbagai bentuk struktur sekunder misalnya ialah alpha helix (α-helix, "puntiran-alfa"), berupa pilinan rantai asam-asam amino berbentuk seperti spiral; beta-sheet (β-sheet, "lempeng-beta"), berupa lembaran-lembaran lebar yang tersusun dari sejumlah rantai asam amino yang saling terikat melalui ikatan hidrogen atau ikatan tiol (S-H); beta-turn, (β-turn, "lekukan-beta"); dan gamma-turn, (γ-turn, "lekukan-gamma") (Wikipedia, 2007).
Gabungan dari aneka ragam dari struktur sekunder akan menghasilkan struktur tiga dimensi yang dinamakan struktur tersier. Struktur tersier biasanya berupa gumpalan. Beberapa molekul protein dapat berinteraksi secara fisik tanpa ikatan kovalen membentuk oligomer yang stabil (misalnya dimer, trimer, atau kuartomer) dan membentuk struktur kuartener. Contoh struktur kuartener yang terkenal adalah enzim Rubisco dan insulin (Wikipedia, 2007).

Tujuan Percobaan
Tujuan praktikum kali ini adalah untuk mengetahui proses denaturasi protein pada larutan albumin dengan pengendapan oleh logam, pengendapan oleh garam, uji koagulasi, pengendapan oleh alkohol, dan pengendapan akibat perubahan pH.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam kegiatan praktikum kali ini antara lain tabung reaksi, rak tabung reaksi, pipet, pipet tetes, pipet volumetrik, pengaduk, panjepit tabung reaksi, dan penangas air.
Bahan yang digunakan antara lain, albumin, HgCl2 2%, larutan Pb- Asetat 5%, larutan AgNO3 5%, larutan (NH4)2SO4, air, pereaksi milon, pereaksi biuret, larutan asam asetat 1M, HCL 0.1 M, NaOH 0.1 M, buffer asetat pH 4.7, dan etanol 95%.
Prosedur Percobaan
Prosedur percobaan pengendapan protein oleh logam, ke dalam 3 ml albumin ditambahkan 5 tetes larutan HgCl2 5%, percobaan diulangi dengan larutan Pb-asetat 5% dan AgNO3 5%.
Prosedur percobaan pengendapan protein oleh garam, mula-mula larutan protein dijenuhkan dengan (NH4)2SO4 yang ditambahkan sedikit demi sedikit, kemudian disaring ketika telah mencapai titik jenuh, dan diuji kelarutannya dengan air, serta endapan diuji dengan pereaksi Millon, sedangkan filtrat diuji dengan peraksi Biuret.
Uji koagulasi dilakukan dengan cara 5 ml larutan protein ditambahkan dengan 2 tetes asam asetat 1 M , kemudian tabung diletakkan dalam penangas selama 5 menit, setelah itu endapan diambil oleh batang pengaduk, kelarutan endapan diuji dengan air, dan endapan diuji dengan pereaksi milon.
Prosedur percobaan pengendapan protein oleh alkohol, tabung reaksi pertama diisi larutan albumin 5 ml dan HCl0.1 M dan etanol 95% sebanyak 6 ml. Pada tabung reaksi dua diisi dengan 5 ml albumin yang ditambah dengan 1 ml NaOH 0.1 M dan Etanol 95% sebanyak 6ml. Pada tabung tiga diisi 5 ml albumin, buffer asetat pH 4.7 sebanyak 1 ml dan etanol 95% sebanyak 6 ml, setelah itu diamati dan dibandingkan hasil reaksinya.
Percobaan terakhir, denaturasi protein, tiga tabung reaksi masing-masing diisi dengan 4.5 ml larutan albumin, di mana masing-masing tabung pada tabung pertama ditambah dengan 1 ml bufer asetat, pada tabung II ditambah dengan 1 ml HCl 0.1 ml, dan pada tabung III ditambah dengan 1 ml NaOH 0.1M, setelah itu masing-masing dipanaskan selama 15 menit dan kemudian didinginkan pada temperatur kamar lalu diamati reaksi yang terjadi, setelah itu pada tabung I dan II ditambah 5 ml bufer aetat pH 4.7, hasil reaksinya diamati kembali.
Hasil Pengamatan
Tabel 1 Pengendapan Protein Oleh Logam
Logam
Hasil
Keterangan
HgCl2
Pb-Asetat
AgNO3
++
+
+++
Endapan putih susu
Endapan putih susu
Endapan putih susu
Keterangan :
+ : Endapan sedikit
++ : Endapan banyak
+++ : Endapan sangat banyak
Tabel 2 Pengendapan Oleh Garam
Uji
Hasil
Keterangan
Larut dengan air
Dengan pereaksi Millon
Dengan pereaksi Biuret
+
+
+
Endapan berbentuk butiran
Endapan berwarna kemerahan
Larutan berwarna violet atau ungu muda
Keterangan :
+ : Reaksi positif
- : Reaksi negatif
Tabel 3 Uji koagulasi terhadap protein
Uji endapan
Hasil
Keterangan
Larut dengan air
Dengan pereaksi Millon
-
+
Tidak larut
Endapan merah bata
Keterangan :
+ : Reaksi positif
- : Reaksi negatif
Tabel 4 Pengendapan Oleh Alkohol
Tabung
Reaksi
Keterangan
(HCl)
(NaOH)
Buffer asetat
+
++
+++
Endapan putih susu
Endapan putih susu
Endapan putih susu
Keterangan :
+ : Endapan sedikit
++ : Endapan banyak
+++ : Endapan sangat banyak
Tabel 5 Denaturasi protein
Tabung
Reaksi
Keterangan
(HCl)
(NaOH)
Buffer asetat
++
+
+++
Endapan putih susu
Endapan putih susu
Endapan putih susu
Keterangan :
+ : Endapan sedikit
++ : Endapan banyak
+++ : Endapan sangat banyak
Pembahasan
Larutan protein yang digunakan dalam praktikum ini adalah larutan albumin. Albumin adalah protein yang dapat larut dalam air serta dapat terkoagulasi oleh panas. Albumin terdapat dalam serum darah dan putih telur (Poedjiadi, 1994).
Denaturasi protein dapat diartikan suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder, tertier dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovalen. Karena itu, denaturasi dapat diartikan suatu proses terpecahnya ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam dan terbukanya lipatan atau wiru molekul protein (Winarno, 1992).
Denaturasi protein meliputi gangguan dan kerusakan yang mungkin terjadi pada struktur sekunder dan tersier protein. Sejak diketahui reaksi denaturasi tidak cukup kuat untuk memutuskan ikatan peptida, dimana struktur primer protein tetap sama setelah proses denaturasi. Denaturasi terjadi karena adanya gangguan pada struktur sekunder dan tersier protein. Pada struktur protein tersier terdapat empat jenis interaksi yang membentuk ikatan pada rantai samping seperti; ikatan hidrogen, jembatan garam, ikatan disulfida dan interaksi hidrofobik non polar, yang kemungkinan mengalami gangguan. Denaturasi yang umum ditemui adalah proses presipitasi dan koagulasi protein (Ophart, 2003).
Denaturasi, koagulasi dan redenaturasi dapat dibedakan sebagai berikut. Denaturasi protein adalah suatu keadaan telah terjadinya perubahan struktur protein yang mencakup perubahan bentuk dan lipatan molekul, tanpa menyebabkan pemutusan atau kerusakan lipatan antar asam amino dan struktur primer protein. Koagulasi adalah denaturasi protein akibat panas dan alkohol (Winarno, 2002). Redenaturasi adalah denaturasi protein yang berlangsung secara reveresibel (Poedjiadi, 1994).
Panas dapat digunakan untuk mengacaukan ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik non polar. Hal ini terjadi karena suhu tinggi dapat meningkatkan energi kinetik dan menyebabkan molekul penyusun protein bergerak atau bergetar sangat cepat sehingga mengacaukan ikatan molekul tersebut. Protein telur mengalami denaturasi dan terkoagulasi selama pemasakan. Beberapa makanan dimasak untuk mendenaturasi protein yang dikandung supaya memudahkan enzim pencernaan dalam mencerna protein tersebut (Ophart, 2003).
Pemanasan akan membuat protein bahan terdenaturasi sehingga kemampuan mengikat airnya menurun. Hal ini terjadi karena energi panas akan mengakibatkan terputusnya interaksi non-kovalen yang ada pada struktur alami protein tapi tidak memutuskan ikatan kovalennya yang berupa ikatan peptida. Proses ini biasanya berlangsung pada kisaran suhu yang sempit (Ophart, 2003).
Seperti asam amino, protein yang larut dalam air akan membentuk ion yang mempunyai muatan positif dan negatif. Dalam suasana asam molekul protein akan membentuk ion positif, sedangkan dalam suasana basa akan membentuk ion negatif. Pada titik isolistrik protein mempunyai muatan positif dan negatif yang sama, sehingga tidak bergerak ke arah elektroda positif maupun negatif apabila ditempatkan di antara kedua elektroda tersebut. Protein mempunyai titik isolistrik yang berbeda-beda. Titik isolistrik protein mempunyai arti penting karena pada umumnya sifat fisika dan kimia erat hubungannya dengan pH isolistrik ini. Pada pH di atas titik isolistrik protein bermuatan negatif, sedangkan di bawah titik isolistrik, protein bermuatan positif. Titik isolistrik pada albumin adalah pada pH 4,55-4,90 (Poedjiadi, 1994).
Adanya gugus amino dan karboksil bebas pada ujung-ujung rantai molekul protein, menyebabkan protein mempunyai banyak muatan (polielektrolit) dan bersifat amfoter (dapat bereaksi dengan asam maupun basa). Daya reaksi berbagai jenis protein terhadap asam dan basa tidak sama, tergantung dari jumlah dan letak gugus amino dan karboksil dalam molekul. Dalam larutan asam (pH rendah), gugus amino bereaksi dengan H+, sehingga protein bermuatan positif. Sebaliknya, dalam larutan basa (pH tinggi) molekul protein akan bereaksi sebagai asam atau bermuatan negatif. Pada pH isolistrik muatan gugus amino dan karboksil bebas akan saling menetralkan sehingga molekul bermuatan nol (Winarno, 2002).
Garam logam berat seperti Ag, Pb, dan Hg akan membentuk endapan logam proteinat. Ikatan yang terbentuk amat kuat dan akan memutuskan jembatan garam, sehingga protein mengalami denaturasi. Secara bersama gugus –COOH dan gugus –NH2 yang terdapat dalam protein dapat bereaksi dengan ion logam berat dan membentuk senyawa kelat. Ion-ion tersebut adalah Ag+, Ca++, Zn++, Hg++, Fe++, Cu++, Co++, Mn++ dan Pb++. Selain gugus –COOH dan gugus –NH2, gugus –R pada molekul asam amino tertentu dapat pula mengadakan reaksi dengan ion atau senyawa lain. Gugus sulfihidril (-SH) pada molekul sistein akan bereaksi dengan ion Ag+ atau Hg++ (Poedjiadi, 1994). Dari hasil percobaan diketahiu bahwa reagsi antara logam berat dan albumin menghasilkan endapan, endapan yang paling banyak dihasilkan oleh AgNO3 diikuti HgCl2 dan Pb-asetat. Logam Ag dan Hg lebih reaktif daripada Pb kerena kedua logam tersebut merupakn logam transisi pada sistem periodik unsur. Garam logam berat sangat berbahaya bila sampai tertelan karena garam tersebut akan mendenaturasi sekaligus mengendapkan protein sel-sel tubuh. Hal ini seperti denaturasi oleh raksa (Hg) untuk pemurnian emas yang terjadi di Minamata, Jepang.
Kelarutan protein akan berkurang bila ke dalam larutan protein ditambahkan garam-garam anorganik, akibatnya protein akan terpisah sebagai endapan. Peristiwa pemisahan protein ini disebut salting out. Bila garam netral yang ditambahkan berkonsentrasi tinggi, maka protein akan mengendap. Pengendapan terus terjadi karena kemampuan ion garam untuk menghidrasi, sehingga terjadi kompetisi antara garam anorganik dengan molekul protein untuk mengikat air. Karena garam anorganik lebih menarik air maka jumlah air yang tersedia untuk molekul protein akan berkurang (Winarno, 2002). Larutan albumin dalam air dapat diendapkan dengan penambahan amoniumsulfat ((NH4)2SO4) hingga jenuh (Poedjiadi, 1994). Setelah larutan albumin dijenuhkan dengan (NH4)2SO4, uji kelarutan endapan yang terjadi dengan air menunjukkan hasil positif (endapan larut membentuk butiran). Kemudian butiran direaksikan dengan pereaksi milon, dan bereaksi positif dengan ditandai endapan berwarna kemerahan. Uji filtrat dengan pereaksi biuret juga menunjukkan hasil poisitif yang ditandai larutan berwarna ungu violet. Pengujian endapan yang dihasilkan dengan pereaksi milon bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya kandungan tirosin, sedangkan pengujian filtrat dengan pereaksi biuret bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya gugus amida pada filtrat yang dihasilkan.
Protein akan mengalami koagulasi apabila dipanaskan pada suhu 50oC atau lebih. Koagulasi ini hanya terjadi bila larutan protein berada titik isolistriknya (Poedjiadi, 1994). Pada pH iso-elektrik (pH larutan tertentu biasanya berkisar 4–4,5 di mana protein mempunyai muatan positif dan negatif sama, sehingga saling menetralkan) kelarutan protein sangat menurun atau mengendap, dalam hal ini pH isolistrik albumin adalah 4,55-4,90. Pada temperatur diatas 60oC kelarutan protein akan berkurang (koagulasi) karena pada temperatur yang tinggi energi kinetik molekul protein meningkat sehingga terjadi getaran yang cukup kuat untuk merusak ikatan atau struktur sekunder, tertier dan kuartener yang menyebabkan koagulasi (Blogspot, 2007). Pada uji koagulasi, penambahan asam asetat bertujuan agar larutan albumin mencapai pH isolistriknya sehingga bisa terkoagulasi. Hasil uji kelarutan endapan dengan air menunjukkan hasil negatif. Setelah endapan diuji dengan pereaksi millon, warna berubah menjadi merah bata yang artinya terjadi reaksi positif. Pengujian endapan yang dihasilkan dengan pereaksi milon bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya kandungan tirosin.
Protein dapat diendapkan dengan penambahan alkohol. Pelarut organik akan mengubah (mengurangi) konstanta dielektrika dari air, sehingga kelarutan protein berkurang, dan juga karena alkohol akan berkompetisi dengan protein terhadap air (Blogspot, 2007). Pada uji pengendapan protein oleh alkohol endapan yang paling banyak dihasilkan oleh buffer asetat, diikuti oleh NaOH dan HCl. Buffer asetat menghasilkan endapan yang paling banyak karena memiliki pH 4,7 yang sama dengan pH isolistrik albumin (4,55-4,90). Sedangkan pada reaksi denaturasi albumin tanpa penambahan alkohol, endapan yang paling banyak dihasilkan oleh buffer asetat, diikuti oleh HCl dan NaOH ; penambahan bufer asetat bertujuan agar pH isolistrik tercapai, sehingga albumin dapat terdenaturasi.
Kesimpulan
Denaturasi protein adalah suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder, tertier dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovalen. Koagulasi adalah denaturasi protein akibat panas dan alkohol. Adanya gugus amino dan karboksil bebas pada ujung-ujung rantai molekul protein, menyebabkan protein mempunyai banyak muatan (polielektrolit) dan bersifat amfoter (dapat bereaksi dengan asam maupun basa). Garam logam berat seperti Ag, Pb, dan Hg akan membentuk endapan logam proteinat. Kelarutan protein akan berkurang bila ke dalam larutan protein ditambahkan garam-garam anorganik, akibatnya protein akan terpisah sebagai endapan. Protein dapat diendapkan dengan penambahan alkohol.
Daftar Pustaka
[Anonim]. 2007. Pengetahuan Protein. http://jlcome.blogspot.com/2007/10/ pengetahuan-protein.html (10 November 2007)
[Anonim]. 2007. Protein. http://id.wikipedia.org/wiki/Protein (9 November 2007).
Ophart, C.E., 2003. Virtual Chembook. Elmhurst College.
Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.
Winarno, F. G., 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia: Jakarta.
Winarno, F. G., 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia: Jakarta.

Rabu, 18 Mei 2011

askep DHF

1.Pengertian
DHF (Dengue Haemoragic fever) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti (betina). (Christantie Effendy, 1995).

2.Etiologi

Virus dengue tergolong dalam famili/suku/grup flaviviridae dan dikenal ada 4 serotipe. Dengue 1 dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia ke-III, sedangkan dengue 3 dan 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953 – 1954.
Virus dengue berbentuk batang, bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi oleh dietileter dan natrium dioksikolat, stabil pada suhu 700 C. Dengue merupakan serotipe yang paling banyak beredar.

3.Patofisiologi

Fenomena patologis yang utama pada penderita DHF adalah meningkatnya permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke ruang ekstra seluler.
Hal pertama yang terjadi stelah virus masuk ke dalam tubuh adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie), hyperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati (Hepatomegali) dan pembesaran limpa (Splenomegali).
Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok).
Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20 %) menunjukkan atau menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan dengan ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura, dan pericard yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus.
Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan.
Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik. Gangguan hemostasis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu : perubahan vaskuler, trombositopenia dan gangguan koagulasi.
Pada otopsi penderita DHF, ditemukan tanda-tanda perdarahan hampir di seluruh tubuh, seperti di kulit, paru, saluran pencernaan dan jaringan adrenal.

4.Gambaran Klinis

Gambaran klinis yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF dengan masa inkubasi anatara 13 – 15 hari, tetapi rata-rata 5 – 8 hari. Gejala klinik timbul secara mendadak berupa suhu tinggi, nyeri pada otot dan tulang, mual, kadang-kadang muntah dan batuk ringan. Sakit kepala dapat menyeluruh atau berpusat pada daerah supra orbital dan retroorbital. Nyeri di bagian otot terutama dirasakan bila otot perut ditekan. Sekitar mata mungkin ditemukan pembengkakan, lakrimasi, fotofobia, otot-otot sekitar mata terasa pegal.
Eksantem yang klasik ditemukan dalam 2 fase, mula-mula pada awal demam (6 – 12 jam sebelum suhu naik pertama kali), terlihat jelas di muka dan dada yang berlangsung selama beberapa jam dan biasanya tidak diperhatikan oleh pasien.
Ruam berikutnya mulai antara hari 3 – 6, mula – mula berbentuk makula besar yang kemudian bersatu mencuat kembali, serta kemudian timbul bercak-bercak petekia. Pada dasarnya hal ini terlihat pada lengan dan kaki, kemudian menjalar ke seluruh tubuh.
Pada saat suhu turun ke normal, ruam ini berkurang dan cepat menghilang, bekas-bekasnya kadang terasa gatal. Nadi pasien mula-mula cepat dan menjadi normal atau lebih lambat pada hari ke-4 dan ke-5. Bradikardi dapat menetap untuk beberapa hari dalam masa penyembuhan.
Gejala perdarahan mulai pada hari ke-3 atau ke-5 berupa petekia, purpura, ekimosis, hematemesis, epistaksis. Juga kadang terjadi syok yang biasanya dijumpai pada saat demam telah menurun antara hari ke-3 dan ke-7 dengan tanda : anak menjadi makin lemah, ujung jari, telinga, hidung teraba dingin dan lembab, denyut nadi terasa cepat, kecil dan tekanan darah menurun dengan tekanan sistolik 80 mmHg atau kurang.

5.Diagnosis

Patokan WHO (1986) untuk menegakkan diagnosis DHF adalah sebagai berikut :
a. Demam akut, yang tetap tinggi selama 2 – 7 hari kemudian turun secara lisis demam disertai gejala tidak spesifik, seperti anoreksia, lemah, nyeri.
b. Manifestasi perdarahan :
1)Uji tourniquet positif
2)Petekia, purpura, ekimosis
3)Epistaksis, perdarahan gusi
4)Hematemesis, melena.
c. Pembesaran hati yang nyeri tekan, tanpa ikterus.
d. Dengan atau tanpa renjatan.
Renjatan biasanya terjadi pada saat demam turun (hari ke-3 dan hari ke-7 sakit ). Renjatan yang terjadi pada saat demam biasanya mempunyai prognosis buruk.
e. Kenaikan nilai Hematokrit / Hemokonsentrasi

6.Klasifikasi

DHF diklasifikasikan berdasarkan derajat beratnya penyakit, secara klinis dibagi menjadi 4 derajat (Menurut WHO, 1986) :
a.Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan, uji tourniquet , trombositopenia dan hemokonsentrasi.
b.Derajat II
Derajat I dan disertai pula perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain.
c.Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan daerah rendah (hipotensi), gelisah, cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari (tanda-tanda dini renjatan).
d.Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.

7.Pemeriksaan Diagnostik

Laboratorium
Terjadi trombositopenia (100.000/ml atau kurang) dan hemokonsentrasi yang dapat dilihat dan meningginya nilai hematokrit sebanyak 20 % atau lebih dibandingkan nila hematokrit pada masa konvalesen.
Pada pasien dengan 2 atau 3 patokan klinis disertai adanya trombositopenia dan hemokonsentrasi tersebut sudah cukup untuk klinis membuat diagnosis DHF dengan tepat.
Juga dijumpai leukopenia yang akan terlihat pada hari ke-2 atau ke-3 dan titik terendah pada saat peningkatan suhu kedua kalinya leukopenia timbul karena berkurangnya limfosit pada saat peningkatan suhu pertama kali.

8.Diagnosa Banding

Gambaran klinis DHF seringkali mirip dengan beberapa penyakit lain seperti :
a.Demam chiku nguya.
Dimana serangan demam lebih mendadak dan lebih pendek tapi suhu di atas 400C disertai ruam dan infeksi konjungtiva ada rasa nyeri sendi dan otot.
b.Demam tyfoid
Biasanya timbul tanda klinis khas seperti pola demam, bradikardi relatif, adanya leukopenia, limfositosis relatif.
c.Anemia aplastik
Penderita tampak anemis, timbul juga perdarahan pada stadium lanjut, demam timbul karena infeksi sekunder, pemeriksaan darah tepi menunjukkan pansitopenia.
d.Purpura trombositopenia idiopati (ITP)
Purpura umumnya terlihat lebih menyeluruh, demam lebih cepat menghilang, tidak terjadi hemokonsentrasi.

9.Penatalaksanaan

Penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah sebagai berikut :
a.Tirah baring atau istirahat baring.
b.Diet makan lunak.
c.Minum banyak (2 – 2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup dan beri penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi penderita DHF.
d.Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan cairan yang paling sering digunakan.
e.Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.
f.Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.
g.Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopen.
h.Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
i.Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.
j.Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda vital, hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk.
k.Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam.
Pada kasus dengan renjatan pasien dirawat di perawatan intensif dan segera dipasang infus sebagai pengganti cairan yang hilang dan bila tidak tampak perbaikan diberikan plasma atau plasma ekspander atau dekstran sebanyak 20 – 30 ml/kg BB.
Pemberian cairan intravena baik plasma maupun elektrolit dipertahankan 12 – 48 jam setelah renjatan teratasi. Apabila renjatan telah teratasi nadi sudah teraba jelas, amplitudo nadi cukup besar, tekanan sistolik 20 mmHg, kecepatan plasma biasanya dikurangi menjadi 10 ml/kg BB/jam.
Transfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang hebat. Indikasi pemberian transfusi pada penderita DHF yaitu jika ada perdarahan yang jelas secara klinis dan abdomen yang makin tegang dengan penurunan Hb yang mencolok.
Pada DBD tanpa renjatan hanya diberi banyak minum yaitu 1½-2 liter dalam 24 jam. Cara pemberian sedikit demi sedikit dengan melibatkan orang tua. Infus diberikan pada pasien DBD tanpa renjatan apabila :
a.Pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam terjadinya dehidrasi.
b.Hematokrit yang cenderung mengikat.

10.Pencegahan

Prinsip yang tepat dalam pencegahan DHF ialah sebagai berikut :
a.Memanfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah dengan melaksanakan pemberantasan vektor pada saat sedikit terdapatnya kasus DHF.
b.Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor pada tingkat sangat rendah untuk memberikan kesempatan penderita viremia sembuh secara spontan.
c.Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat daerah penyebaran yaitu di sekolah, rumah sakit termasuk pula daerah penyangga sekitarnya.
d.Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi penularan tinggi.
Ada 2 macam pemberantasan vektor antara lain :
a.Menggunakan insektisida.
Yang lazim digunakan dalam program pemberantasan demam berdarah dengue adalah malathion untuk membunuh nyamuk dewasa dan temephos (abate) untuk membunuh jentik (larvasida). Cara penggunaan malathion ialah dengan pengasapan atau pengabutan. Cara penggunaan temephos (abate) ialah dengan pasir abate ke dalam sarang-sarang nyamuk aedes yaitu bejana tempat penampungan air bersih, dosis yang digunakan ialah 1 ppm atau 1 gram abate SG 1 % per 10 liter air.
b.Tanpa insektisida
Caranya adalah :
1)Menguras bak mandi, tempayan dan tempat penampungan air minimal 1 x seminggu (perkembangan telur nyamuk lamanya 7 – 10 hari).
2)Menutup tempat penampungan air rapat-rapat.
3)Membersihkan halaman rumah dari kaleng bekas, botol pecah dan benda lain yang memungkinkan nyamuk bersarang.


Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

Dalam asuhan keperawatan digunakan pendekatan proses keperawatan sebagai cara untuk mengatasi masalah klien.
Proses keperawatan terdiri dari 5 tahap yaitu : pengkajian keperawatan, identifikasi, analisa masalah (diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi).

1.Pengkajian Keperawatan

Dalam memberikan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan hal penting dilakukan oleh perawat. Hasil pengkajian yang dilakukan perawat terkumpul dalam bentuk data. Adapun metode atau cara pengumpulan data yang dilakukan dalam pengkajian : wawancara, pemeriksaan (fisik, laboratorium, rontgen), observasi, konsultasi.
a.Data subyektif
Adalah data yang dikumpulkan berdasarkan keluhan pasien atau keluarga pada pasien DHF, data obyektif yang sering ditemukan menurut Christianti Effendy, 1995 yaitu :
1.)Lemah.
2.)Panas atau demam.
3.)Sakit kepala.
4.)Anoreksia, mual, haus, sakit saat menelan.
5.)Nyeri ulu hati.
6.)Nyeri pada otot dan sendi.
7.)Pegal-pegal pada seluruh tubuh.
8.)Konstipasi (sembelit).
b.Data obyektif :
Adalah data yang diperoleh berdasarkan pengamatan perawat atas kondisi pasien. Data obyektif yang sering dijumpai pada penderita DHF antara lain :
1)Suhu tubuh tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan.
2)Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor.
3)Tampak bintik merah pada kulit (petekia), uji torniquet (+), epistaksis, ekimosis, hematoma, hematemesis, melena.
4)Hiperemia pada tenggorokan.
5)Nyeri tekan pada epigastrik.
6)Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limpa.
7)Pada renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstremitas dingin, gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal.

Pemeriksaan laboratorium pada DHF akan dijumpai :
1)Ig G dengue positif.
2)Trombositopenia.
3)Hemoglobin meningkat > 20 %.
4)Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat).
5)Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia, hiponatremia, hipokloremia.
Pada hari ke- 2 dan ke- 3 terjadi leukopenia, netropenia, aneosinofilia, peningkatan limfosit, monosit, dan basofil
1)SGOT/SGPT mungkin meningkat.
2)Ureum dan pH darah mungkin meningkat.
3)Waktu perdarahan memanjang.
4)Asidosis metabolik.
5)Pada pemeriksaan urine dijumpai albuminuria ringan.

2.Diagnosa Keperawatan

Beberapa diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien DHF menurut Christiante Effendy, 1995 yaitu :
a.Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia).
b.Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit.
c.Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
d.Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding plasma.
e.Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh yang lemah.
f.Resiko terjadi syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh.
g.Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (pemasangan infus).
h.Resiko terjadi perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia.
i.Kecemasan berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan perdarahan yang dialami pasien.

3.Perencanaan Keperawatan

a.Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia).
Tujuan :
Suhu tubuh normal (36 – 370C).
Pasien bebas dari demam.
Intervensi :
5)Kaji saat timbulnya demam.
Rasional : untuk mengidentifikasi pola demam pasien.
6)Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan) setiap 3 jam.
Rasional : tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
7)Anjurkan pasien untuk banyak minum  2,5 liter/24 jam.
Rasional : Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak.
8)Berikan kompres hangat.
Rasional : Dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan yang mempercepat penurunan suhu tubuh.
9)Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian yang tebal.
Rasional : pakaian tipis membantu mengurangi penguapan tubuh.
10)Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai program dokter.
Rasional : pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tinggi.
b.Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit.
Tujuan :
Rasa nyaman pasien terpenuhi.
Nyeri berkurang atau hilang.
Intervensi :
1)Kaji tingkat nyeri yang dialami pasien
Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.
2)Berikan posisi yang nyaman, usahakan situasi ruangan yang tenang.
Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri
3)Alihkan perhatian pasien dari rasa nyeri.
Rasional : Dengan melakukan aktivitas lain pasien dapat melupakan perhatiannya terhadap nyeri yang dialami.
4)Berikan obat-obat analgetik
Rasional : Analgetik dapat menekan atau mengurangi nyeri pasien.
c.Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi, pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan posisi yang diberikan /dibutuhkan.
Intervensi :
1)Kaji keluhan mual, sakit menelan, dan muntah yang dialami pasien.
Rasional : Untuk menetapkan cara mengatasinya.
2)Kaji cara / bagaimana makanan dihidangkan.
Rasional : Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi nafsu makan pasien.
3)Berikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur.
Rasional : Membantu mengurangi kelelahan pasien dan meningkatkan asupan makanan .
4)Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.
Rasional : Untuk menghindari mual.
5)Catat jumlah / porsi makanan yang dihabiskan oleh pasien setiap hari.
Rasional : Untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan nutrisi.
6)Berikan obat-obatan antiemetik sesuai program dokter.
Rasional : Antiemetik membantu pasien mengurangi rasa mual dan muntah dan diharapkan intake nutrisi pasien meningkat.
7)Ukur berat badan pasien setiap minggu.
Rasional : Untuk mengetahui status gizi pasien
d.Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding plasma.
Tujuan :
Volume cairan terpenuhi.
Intervensi :
1)Kaji keadaan umum pasien (lemah, pucat, takikardi) serta tanda-tanda vital.
Rasional : Menetapkan data dasar pasien untuk mengetahui penyimpangan dari keadaan normalnya.
2)Observasi tanda-tanda syock.
Rasional : Agar dapat segera dilakukan tindakan untuk menangani syok.
3)Berikan cairan intravena sesuai program dokter
Rasional : Pemberian cairan IV sangat penting bagi pasien yang mengalami kekurangan cairan tubuh karena cairan tubuh karena cairan langsung masuk ke dalam pembuluh darah.
4)Anjurkan pasien untuk banyak minum.
Rasional : Asupan cairan sangat diperlukan untuk menambah volume cairan tubuh.
5)Catat intake dan output.
Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan.
e.Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh yang lemah.
Tujuan :
Pasien mampu mandiri setelah bebas demam.
Kebutuhan aktivitas sehari-hari terpenuhi
Intervensi :
1)Kaji keluhan pasien.
Rasional : Untuk mengidentifikasi masalah-masalah pasien.
2)Kaji hal-hal yang mampu atau yang tidak mampu dilakukan oleh pasien.
Rasional : Untuk mengetahui tingkat ketergantungan pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
3)Bantu pasien untuk memenuhi kebutuhan aktivitasnya sehari-hari sesuai tingkat keterbatasan pasien.
Rasional : Pemberian bantuan sangat diperlukan oleh pasien pada saat kondisinya lemah dan perawat mempunyai tanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari pasien tanpa mengalami ketergantungan pada perawat.
4)Letakkan barang-barang di tempat yang mudah terjangkau oleh pasien.
Rasional : Akan membantu pasien untuk memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa bantuan orang lain.
f.Resiko terjadinya syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh
Tujuan :
Tidak terjadi syok hipovolemik.
Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Keadaan umum baik.
Intervensi :
1)Monitor keadaan umum pasien
Rasional : memantau kondisi pasien selama masa perawatan terutama pada saat terjadi perdarahan sehingga segera diketahui tanda syok dan dapat segera ditangani.
2)Observasi tanda-tanda vital tiap 2 sampai 3 jam.
Rasional : tanda vital normal menandakan keadaan umum baik.
3)Monitor tanda perdarahan.
Rasional : Perdarahan cepat diketahui dan dapat diatasi sehingga pasien tidak sampai syok hipovolemik.
4)Chek haemoglobin, hematokrit, trombosit
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien sebagai acuan melakukan tindakan lebih lanjut.
5)Berikan transfusi sesuai program dokter.
Rasional : Untuk menggantikan volume darah serta komponen darah yang hilang.
6)Lapor dokter bila tampak syok hipovolemik.
Rasional : Untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut sesegera mungkin.
g.Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (infus).
Tujuan : – Tidak terjadi infeksi pada pasien.
Intervensi :
1)Lakukan teknik aseptik saat melakukan tindakan pemasangan infus.
Rasional : Tindakan aseptik merupakan tindakan preventif terhadap kemungkinan terjadi infeksi.
2)Observasi tanda-tanda vital.
Rasional : Menetapkan data dasar pasien, terjadi peradangan dapat diketahui dari penyimpangan nilai tanda vital.
3)Observasi daerah pemasangan infus.
Rasional : Mengetahui tanda infeksi pada pemasangan infus.
4)Segera cabut infus bila tampak adanya pembengkakan atau plebitis.
Rasional : Untuk menghindari kondisi yang lebih buruk atau penyulit lebih lanjut.
h.Resiko terjadinya perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia.
Tujuan :
Tidak terjadi tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
Jumlah trombosit meningkat.
Intervensi :
1)Monitor tanda penurunan trombosit yang disertai gejala klinis.
Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda kebocoran pembuluh darah.
2)Anjurkan pasien untuk banyak istirahat
Rasional : Aktivitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan perdarahan.
3)Beri penjelasan untuk segera melapor bila ada tanda perdarahan lebih lanjut.
Rasional : Membantu pasien mendapatkan penanganan sedini mungkin.
4)Jelaskan obat yang diberikan dan manfaatnya.
Rasional : Memotivasi pasien untuk mau minum obat sesuai dosis yang diberikan.
i.Kecemasan berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan perdarahan yang dialami pasien.
Tujuan : – Kecemasan berkurang.
Intervensi :
1)Kaji rasa cemas yang dialami pasien.
Rasional : Menetapkan tingkat kecemasan yang dialami pasien.
2)Jalin hubungan saling percaya dengan pasien.
Rasional : Pasien bersifat terbuka dengan perawat.
3)Tunjukkan sifat empati
Rasional : Sikap empati akan membuat pasien merasa diperhatikan dengan baik.
4)Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya
Rasional : Meringankan beban pikiran pasien.
5)Gunakan komunikasi terapeutik
Rasional : Agar segala sesuatu yang disampaikan diajarkan pada pasien memberikan hasil yang efektif.
4.Implementasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien anak dengan DHF disesuaikan dengan intervensi yang telah direncanakan.
5.Evaluasi Keperawatan.
Hasil asuhan keperawatan pada klien anak dengan DHF sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi ini didasarkan pada hasil yang diharapkan atau perubahan yang terjadi pada pasien.
Adapun sasaran evaluasi pada pasien demam berdarah dengue sebagai berikut :
a.Suhu tubuh pasien normal (36- 370C), pasien bebas dari demam.
b.Pasien akan mengungkapkan rasa nyeri berkurang.
c.Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan atau dibutuhkan.
d.Keseimbangan cairan akan tetap terjaga dan kebutuhan cairan pada pasien terpenuhi.
e.Aktivitas sehari-hari pasien dapat terpenuhi.
f.Pasien akan mempertahankan sehingga tidak terjadi syok hypovolemik dengan tanda vital dalam batas normal.
g.Infeksi tidak terjadi.
h.Tidak terjadi perdarahan lebih lanjut.
i.Kecemasan pasien akan berkurang dan mendengarkan penjelasan dari perawat tentang proses penyakitnya.


Sumber:
1.Sunaryo, Soemarno, (1998), Demam Berdarah Pada Anak, UI ; Jakarta.
2.Effendy, Christantie, (1995), Perawatan Pasien DHF, EGC ; Jakarta.
3.Hendarwanto, (1996), Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, edisi ketiga, FKUI ; Jakarta.
4.Doenges, Marilynn E, dkk, (2000), Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan, EGC ; Jakarta.

Selasa, 17 Mei 2011

uji carik celup pada urinalisa

ANALISIS DIPSTICK

Dipstick adalah strip reagen berupa strip plastik tipis yang ditempeli kertas seluloid yang mengandung bahan kimia tertentu sesuai jenis parameter yang akan diperiksa. Urine Dip merupakan analisis kimia cepat untuk mendiagnosa berbagai penyakit.

Uji kimia yang tersedia pada reagen strip umumnya adalah : glukosa, protein, bilirubin, urobilinogen, pH, berat jenis, darah, keton, nitrit, dan leukosit esterase.


Prosedur Tes

Ambil hanya sebanyak strip yang diperlukan dari wadah dan segera tutup wadah. Celupkan strip reagen sepenuhnya ke dalam urin selama dua detik. Hilangkan kelebihan urine dengan menyentuhkan strip di tepi wadah spesimen atau dengan meletakkan strip di atas secarik kertas tisu. Perubahan warna diinterpretasikan dengan membandingkannya dengan skala warna rujukan, yang biasanya ditempel pada botol/wadah reagen strip. Perhatikan waktu reaksi untuk setiap item. Hasil pembacaan mungkin tidak akurat jika membaca terlalu cepat atau terlalu lambat, atau jika pencahayaan kurang. Pembacaan dipstick dengan instrument otomatis lebih dianjurkan untuk memperkecil kesalahan dalam pembacaan secara visual.

Pemakaian reagen strip haruslah dilakukan secara hati-hati. Oleh karena itu harus diperhatikan cara kerja dan batas waktu pembacaan seperti yang tertera dalam leaflet. Setiap habis mengambil 1 batang reagen strip, botol/wadah harus segera ditutup kembali dengan rapat, agar terlindung dari kelembaban, sinar, dan uap kimia. Setiap strip harus diamati sebelum digunakan untuk memastikan bahwa tidak ada perubahan warna.


Glukosa

Kurang dari 0,1% dari glukosa normal disaring oleh glomerulus muncul dalam urin (kurang dari 130 mg/24 jam). Glukosuria (kelebihan gula dalam urin) terjadi karena nilai ambang ginjal terlampaui atau daya reabsorbsi tubulus yang menurun. Glukosuria umumnya berarti diabetes mellitus. Namun, glukosuria dapat terjadi tidak sejalan dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah, oleh karena itu glukosuria tidak selalu dapat dipakai untuk menunjang diagnosis diabetes mellitus.

Untuk pengukuran glukosa urine, reagen strip diberi enzim glukosa oksidase (GOD), peroksidase (POD) dan zat warna.


Protein

Biasanya, hanya sebagian kecil protein plasma disaring di glomerulus yang diserap oleh tubulus ginjal. Normal ekskresi protein urine biasanya tidak melebihi 150 mg/24 jam atau 10 mg/dl dalam setiap satu spesimen. Lebih dari 10 mg/ml didefinisikan sebagai proteinuria.

Sejumlah kecil protein dapat dideteksi dari individu sehat karena perubahan fisiologis. Selama olah raga, stres atau diet yang tidak seimbang dengan daging dapat menyebabkan protein dalam jumlah yang signifikan muncul dalam urin. Pra-menstruasi dan mandi air panas juga dapat menyebabkan jumlah protein tinggi.

Protein terdiri atas fraksi albumin dan globulin. Peningkatan ekskresi albumin merupakan petanda yang sensitif untuk penyakit ginjal kronik yang disebabkan karena penyakit glomeruler, diabetes mellitus, dan hipertensi. Sedangkan peningkatan ekskresi globulin dengan berat molekul rendah merupakan petanda yang sensitif untuk beberapa tipe penyakit tubulointerstitiel.

Dipsticks mendeteksi protein dengan indikator warna Bromphenol biru, yang sensitif terhadap albumin tetapi kurang sensitif terhadap globulin, protein Bence-Jones, dan mukoprotein.


Bilirubin

Bilirubin yang dapat dijumpai dalam urine adalah bilirubin direk (terkonjugasi), karena tidak terkait dengan albumin, sehingga mudah difiltrasi oleh glomerulus dan diekskresikan ke dalam urine bila kadar dalam darah meningkat. Bilirubinuria dijumpai pada ikterus parenkimatosa (hepatitis infeksiosa, toksik hepar), ikterus obstruktif, kanker hati (sekunder), CHF disertai ikterik.


Urobilinogen

Empedu yang sebagian besar dibentuk dari bilirubin terkonjugasi mencapai area duodenum, tempat bakteri dalam usus mengubah bilirubin menjadi urobilinogen. Sebagian besar urobilinogen berkurang di faeses; sejumlah besar kembali ke hati melalui aliran darah, di sini urobilinogen diproses ulang menjadi empedu; dan kira-kira sejumlah 1% diekskresikan ke dalam urine oleh ginjal.

Peningkatan ekskresi urobilinogen dalam urine terjadi bila fungsi sel hepar menurun atau terdapat kelebihan urobilinogen dalam saluran gastrointestinal yang melebehi batas kemampuan hepar untuk melakukan rekskresi. Urobilinogen meninggi dijumpai pada : destruksi hemoglobin berlebihan (ikterik hemolitika atau anemia hemolitik oleh sebab apapun), kerusakan parenkim hepar (toksik hepar, hepatitis infeksiosa, sirosis hepar, keganasan hepar), penyakit jantung dengan bendungan kronik, obstruksi usus, mononukleosis infeksiosa, anemia sel sabit. Urobilinogen urine menurun dijumpai pada ikterik obstruktif, kanker pankreas, penyakit hati yang parah (jumlah empedu yang dihasilkan hanya sedikit), penyakit inflamasi yang parah, kolelitiasis, diare yang berat.

Hasil positif juga dapat diperoleh setelah olahraga atau minum atau dapat disebabkan oleh kelelahan atau sembelit. Orang yang sehat dapat mengeluarkan sejumlah kecil urobilinogen.


Keasaman (pH)

Filtrat glomerular plasma darah biasanya diasamkan oleh tubulus ginjal dan saluran pengumpul dari pH 7,4 menjadi sekitar 6 di final urin. Namun, tergantung pada status asam-basa, pH kemih dapat berkisar dari 4,5 – 8,0. pH bervariasi sepanjang hari, dipengaruhi oleh konsumsi makanan; bersifat basa setelah makan, lalu menurun dan menjadi kurang basa menjelang makan berikutnya. Urine pagi hari (bangun tidur) adalah yang lebih asam. Obat-obatan tertentu dan penyakit gangguan keseimbangan asam-basa jug adapt mempengaruhi pH urine.

Urine yang diperiksa haruslah segar, sebab bila disimpan terlalu lama, maka pH akan berubah menjadi basa. Urine basa dapat memberi hasil negatif atau tidak memadai terhadap albuminuria dan unsure-unsur mikroskopik sedimen urine, seperti eritrosit, silinder yang akan mengalami lisis. pH urine yang basa sepanjang hari kemungkinan oleh adanya infeksi. Urine dengan pH yang selalu asam dapat menyebabkan terjadinya batu asam urat.

Berikut ini adalah keadaan-keadaan yang dapat mempengaruhi pH urine :
  • pH basa : setelah makan, vegetarian, alkalosis sistemik, infeksi saluran kemih (Proteus atau Pseudomonas menguraikan urea menjadi CO2 dan ammonia), terapi alkalinisasi, asidosis tubulus ginjal, spesimen basi.
  • pH asam : ketosis (diabetes, kelaparan, penyakit demam pada anak), asidosis sistemik (kecuali pada gangguan fungsi tubulus, asidosis respiratorik atau metabolic memicu pengasaman urine dan meningkatkan ekskresi NH4+), terapi pengasaman.


Berat Jenis (Specific Gravity, SG)

Berat jenis (yang berbanding lurus dengan osmolalitas urin yang mengukur konsentrasi zat terlarut) mengukur kepadatan air seni serta dipakai untuk menilai kemampuan ginjal untuk memekatkan dan mengencerkan urin.

Spesifik gravitasi antara 1,005 dan 1,035 pada sampel acak harus dianggap wajar jika fungsi ginjal normal. Nilai rujukan untuk urine pagi adalah 1,015 – 1,025, sedangkan dengan pembatasan minum selama 12 jam nilai normal > 1,022, dan selama 24 jam bisa mencapai ≥1,026. Defek fungsi dini yang tampak pada kerusakan tubulus adalah kehilangan kemampuan untuk memekatkan urine.

BJ urine yang rendah persisten menunjukkan gangguan fungsi reabsorbsi tubulus. Nokturia dengan ekskresi urine malam > 500 ml dan BJ kurang dari 1.018, kadar glukosa sangat tinggi, atau mungkin pasien baru-baru ini menerima pewarna radiopaque kepadatan tinggi secara intravena untuk studi radiografi, atau larutan dekstran dengan berat molekul rendah. Kurangi 0,004 untuk setiap 1% glukosa untuk menentukan konsentrasi zat terlarut non-glukosa.


Darah (Blood)

Pemeriksaan dengan carik celup akan memberi hasil positif baik untuk hematuria, hemoglobinuria, maupun mioglobinuria. Prinsip tes carik celup ialah mendeteksi hemoglobin dengan pemakaian substrat peroksidase serta aseptor oksigen. Eritrosit yang utuh dipecah menjadi hemoglobin dengan adanya aktivitas peroksidase. Hal ini memungkinkan hasil tidak sesuai dengan metode mikroskopik sedimen urine.

Hemoglobinuria sejati terjadi bila hemoglobin bebas dalam urine yang disebabkan karena danya hemolisis intravaskuler. Hemolisis dalam urine juga dapat terjadi karena urine encer, pH alkalis, urine didiamkan lama dalam suhu kamar. Mioglobinuria terjadi bila mioglobin dilepaskan ke dalam pembuluh darah akibat kerusakan otot, seperti otot jantung, otot skeletal, juga sebagai akibat dari olah raga berlebihan, konvulsi. Mioglobin memiliki berat molekul kecil sehingga mudah difiltrasi oleh glomerulus dan diekskresi ke dalam urine.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
  • Hasil positif palsu dapat terjadi bila urine tercemar deterjen yang mengandung hipoklorid atau peroksida, bila terdapat bakteriuria yang mengandung peroksidase.
  • Hasil negatif palsu dapat terjadi bila urine mengandung vitamin C dosis tinggi, pengawet formaldehid, nitrit konsentrasi tinggi, protein konsentrasi tinggi, atau berat jenis sangat tinggi.
Urine dari wanita yang sedang menstruasi dapat memberikan hasil positif.


Keton

Badan keton (aseton, asam aseotasetat, dan asam β-hidroksibutirat) diproduksi untuk menghasilkan energi saat karbohidrat tidak dapat digunakan. Asam aseotasetat dan asam β-hidroksibutirat merupakan bahan bakar respirasi normal dan sumber energi penting terutama untuk otot jantung dan korteks ginjal. Apabila kapasitas jaringan untuk menggunakan keton sudah mencukupi maka akan diekskresi ke dalam urine, dan apabila kemampuan ginjal untuk mengekskresi keton telah melampaui batas, maka terjadi ketonemia. Benda keton yang dijumpai di urine terutama adalah aseton dan asam asetoasetat.

Ketonuria disebabkan oleh kurangnya intake karbohidrat (kelaparan, tidak seimbangnya diet tinggi lemak dengan rendah karbohidrat), gangguan absorbsi karbohidrat (kelainan gastrointestinal), gangguan metabolisme karbohidrat (mis. diabetes), sehingga tubuh mengambil kekurangan energi dari lemak atau protein, febris.


Nitrit

Di dalam urine orang normal terdapat nitrat sebagai hasil metabolisme protein, yang kemudian jika terdapat bakteri dalam jumlah yang signifikan dalam urin (Escherichia coli, Enterobakter, Citrobacter, Klebsiella, Proteus) yang megandung enzim reduktase, akan mereduksi nitrat menjadi nitrit. Hal ini terjadi bila urine telah berada dalam kandung kemih minimal 4 jam. Hasil negative bukan berarti pasti tidak terdapat bakteriuria sebab tidak semua jenis bakteri dapat membentuk nitrit, atau urine memang tidak mengandung nitrat, atau urine berada dalam kandung kemih kurang dari 4 jam. Disamping itu, pada keadaan tertentu, enzim bakteri telah mereduksi nitrat menjadi nitrit, namun kemudian nitrit berubah menjadi nitrogen.

Spesimen terbaik untuk pemeriksaan nitrit adalah urine pagi dan diperiksa dalam keadaan segar, sebab penundaan pemeriksaan akan mengakibatkan perkembang biakan bakteri di luar saluran kemih, yang juga dapat menghasilkan nitrit.

Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
  • Hasil positif palsu karena metabolisme bakteri in vitro apabila pemeriksaan tertunda, urine merah oleh sebab apapun, pengaruh obat (fenazopiridin).
  • Hasil negatif palsu terjadi karena diet vegetarian menghasilkan nitrat dalam jumlah cukup banyak, terapi antibiotik mengubah metabolisme bakteri, organism penginfeksi mungkin tidak mereduksi nitrat, kadar asam askorbat tinggi, urine tidak dalam kandung kemih selama 4-6 jam, atau berat jenis urine tinggi.

Lekosit esterase

Lekosit netrofil mensekresi esterase yang dapat dideteksi secara kimiawi. Hasil tes lekosit esterase positif mengindikasikan kehadiran sel-sel lekosit (granulosit), baik secara utuh atau sebagai sel yang lisis. Limfosit tidak memiliki memiliki aktivitas esterase sehingga tidak akan memberikan hasil positif. Hal ini memungkinkan hasil mikroskopik tidak sesuai dengan hasil pemeriksaan carik celup.

Temuan laboratorium negatif palsu dapat terjadi bila kadar glukosa urine tinggi (>500mg/dl), protein urine tinggi (>300mg/dl), berat jenis urine tinggi, kadar asam oksalat tinggi, dan urine mengandung cephaloxin, cephalothin, tetrasiklin. Temuan positif palsu pada penggunaan pengawet formaldehid. Urine basi dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan.






http://labkesehatan.blogspot.com/2010/02/urinalisis-1.html