Sabtu, 02 April 2011

Pembekuan Darah

Hemostasis (Pembekuan Darah) 

iQuantcast            Hemostasis merupakan pristiwa penghentian perdarahan akibat putusnya atau robeknya pembuluh darah, sedangkan thrombosis terjadi ketika endothelium yang melapisi pembuluh darah rusak atau hilang. Proses ini mencakup pembekuan darah (koagulasi ) dan melibatkan pembuluh darah, agregasi trombosit serta protein plasma baik yang menyebabkan pembekuan maupun yang melarutkan bekuan.
Pada hemostasis terjadi vasokonstriksi inisial pada pembuluh darah yang cedera sehingga aliran darah di sebelah distal cedera terganggu. Kemudian hemostasis dan thrombosis memiliki 3 fase yang sama:
1. Pembekuan agregat trombosit yang longgar dan sementara pada tempat luka. Trombosit akan mengikat kolagen pada tempat luka pembuluh darah dan diaktifkan oleh thrombin yang terbentuk dalam kaskade pristiwa koagulasi pada tempat yang sama, atau oleh ADP yang dilepaskan trombosit aktif lainnya. Pada pengaktifan, trombosit akan berubah bentuk dan dengan adanya fibrinogen, trombosit kemudian mengadakan agregasi terbentuk sumbat hemostatik ataupun trombos.
2. Pembentukan jarring fibrin yang terikat dengan agregat trombosit sehingga terbentuk sumbat hemostatik atau trombos yang lebih stabil.
3. Pelarutan parsial atau total agregat hemostatik atau trombos oleh plasmin
Tipe trombos
1. Trombos putih tersusun dari trombosit serta fibrin dan relative kurang mengandung eritrosit (pada tempat luka atau dinding pembuluh darah yang abnormal, khususnya didaerah dengan aliran yang cepat[arteri]).
2. Trombos merah terutama terdiri atas erotrosit dan fibrin. Terbentuk pada daerah dengan perlambatan atau stasis aliran darah dengan atau tanpa cedera vascular, atau bentuk trombos ini dapat terjadi pada tempat luka atau didalam pembuluh darah yang abnormal bersama dengan sumbat trombosit yang mengawali pembentukannya.
3. Endapan fibrin yang tersebar luas dalam kapiler/p.darah yang amat kecil.
Ada dua lintasan yang membentuk bekuan fibrin, yaitu lintasan instrinsik dan ekstrinsik. Kedua lintasan ini tidak bersifat independen walau ada perbedaan artificial yang dipertahankan.
Proses yang mengawali pembentukan bekuan fibrin sebagai respons terhadap cedera jaringan dilaksanakan oleh lintasan ekstrinsik. Lintasan intrinsic pengaktifannya berhubungan dengan suatu permukaan yang bermuatan negative. Lintasan intrinsic dan ekstrinsik menyatu dalam sebuah lintasan terkahir yang sama yang melibatkan pengaktifan protrombin menjadi thrombin dan pemecahan fibrinogen yang dikatalis thrombin untuk membentuk fibrin. Pada pristiwa diatas melibatkan macam jenis protein yaitu dapat diklasifikaskan sebagai berikut:
a. Zimogen protease yang bergantung pada serin dan diaktifkan pada proses koagulasi
b. Kofaktor
c. Fibrinogen
d. Transglutaminase yang menstabilkan bekuan fibrin
e. Protein pengatur dan sejumla protein lainnya
Lintasan intrinsic
Lintasan intinsik melibatkan factor XII, XI, IX, VIII dan X di samping prekalikrein, kininogen dengan berat molekul tinggi, ion Ca2+ dan fosfolipid trombosit. Lintasan ini membentuk factor Xa (aktif).
Lintasan ini dimulai dengan “fase kontak” dengan prekalikrein, kininogen dengan berat molekul tinggi, factor XII dan XI terpajan pada permukaan pengaktif yang bermuatan negative. Secara in vivo, kemungkinan protein tersebut teraktif pada permukaan sel endotel. Kalau komponen dalam fase kontak terakit pada permukaan pengaktif, factor XII akan diaktifkan menjadi factor XIIa pada saat proteolisis oleh kalikrein. Factor XIIa ini akan menyerang prekalikrein untuk menghasilkan lebih banyak kalikrein lagi dengan menimbulkan aktivasi timbale balik. Begitu terbentuk, factor xiia mengaktifkan factor XI menjadi Xia, dan juga melepaskan bradikinin(vasodilator) dari kininogen dengan berat molekul tinggi.
Factor Xia dengan adanya ion Ca2+ mengaktifkan factor IX, menjadi enzim serin protease, yaitu factor IXa. Factor ini selanjutnya memutuskan ikatan Arg-Ile dalam factor X untuk menghasilkan serin protease 2-rantai, yaitu factor Xa. Reaksi yang belakangan ini memerlukan perakitan komponen, yang dinamakan kompleks tenase, pada permukaan trombosit aktif, yakni: Ca2+ dan factor IXa dan factor X. Perlu kita perhatikan bahwa dalam semua reaksi yang melibatkan zimogen yang mengandung Gla (factor II, VII, IX dan X), residu Gla dalam region terminal amino pada molekul tersebut berfungsi sebagai tempat pengikatan berafinitas tinggi untuk Ca2+. Bagi perakitan kompleks tenase, trombosit pertama-tama harus diaktifkan untuk membuka fosfolipid asidik (anionic). Fosfatidil serin dan fosfatoidil inositol yang normalnya terdapat pada sisi keadaan tidak bekerja. Factor VIII, suatu glikoprotein, bukan merupakan precursor protease, tetapi kofaktor yang berfungsi sebagai resepto untuk factor IXa dan X pada permukaan trombosit. Factor VIII diaktifkan oleh thrombin dengan jumlah yang sangat kecil hingga terbentuk factor VIIIa, yang selanjutnya diinaktifkan oleh thrombin dalam proses pemecahan lebih lanjut.
Lintasan Ekstrinsik
Lintasan ekstrinsik melibatkan factor jaringan, factor VII,X serta Ca2+ dan menghasilkan factor Xa. Produksi factor Xa dimulai pada tempat cedera jaringan dengan ekspresi factor jaringan pada sel endotel. Factor jaringan berinteraksi dengan factor VII dan mengaktifkannya; factor VII merupakan glikoprotein yang mengandung Gla, beredar dalam darah dan disintesis di hati. Factor jaringan bekerja sebagai kofaktor untuk factor VIIa dengan menggalakkan aktivitas enzimatik untuk mengaktifkan factor X. factor VII memutuskan ikatan Arg-Ile yang sama dalam factor X yang dipotong oleh kompleks tenase pada lintasan intrinsic. Aktivasi factor X menciptakan hubungan yang penting antara lintasan intrinsic dan ekstrinsik.
Interaksi yang penting lainnya antara lintasan ekstrinsik dan intrinsic adalah bahwa kompleks factor jaringan dengan factor VIIa juga mengaktifkan factor IX dalam lintasan intrinsic. Sebenarna, pembentukan kompleks antara factor jaringan dan factor VIIa kini dipandang sebagai proses penting yang terlibat dalam memulai pembekuan darah secara in vivo. Makna fisiologik tahap awal lintasan intrinsic, yang turut melibatkan factor XII, prekalikrein dan kininogen dengan berat molekul besar. Sebenarnya lintasan intrinsik bisa lebih penting dari fibrinolisis dibandingkan dalam koagulasi, karena kalikrein, factor XIIa dan Xia dapat memotong plasminogen, dan kalikrein dapat mengaktifkanurokinase rantai-tunggal.
Inhibitor lintasan factor jaringan (TFPI: tissue factor fatway inhibitior) merupakan inhibitor fisiologik utama yang menghambat koagulasi. Inhibitor ini berupa protein yang beredar didalam darah dan terikat lipoprotein. TFPI menghambat langsung factor Xa dengan terikat pada enzim tersebut didekat tapak aktifnya. Kemudian kompleks factor Xa-TFPI ini manghambat kompleks factor VIIa-faktor jaringan.
Lntasan Terakhir
Pada lintasan terskhir yang sama, factor Xa yang dihasilkan oleh lintasan intrinsic dak ekstrinsik, akan mengaktifkan protrombin(II) menjadi thrombin (IIa) yang kemudian mengubah fibrinogen menjadi fibrin.
Pengaktifan protrombin terjadi pada permukaan trombosit aktif dan memerlukan perakitan kompelks protrombinase yang terdiri atas fosfolipid anionic platelet, Ca2+, factor Va, factor Xa dan protrombin.
Factor V yang disintesis dihati, limpa serta ginjal dan ditemukan didalam trombosit serta plasma berfungsi sebagai kofaktor dng kerja mirip factor VIII dalam kompleks tenase. Ketika aktif menjadi Va oleh sejumlah kecil thrombin, unsure ini terikat dengan reseptor spesifik pada membrane trombosit dan membentuk suatu kompleks dengan factor Xa serta protrombin. Selanjutnya kompleks ini di inaktifkan oleh kerja thrombin lebih lanjut, dengan demikian akan menghasilkan sarana untuk membatasi pengaktifan protrombin menjadi thrombin. Protrombin (72 kDa) merupakan glikoprotein rantai-tunggal yang disintesis di hati. Region terminal-amino pada protrombin mengandung sepeuluh residu Gla, dan tempat protease aktif yang bergantung pada serin berada dalam region-terminalkarboksil molekul tersebut. Setelah terikat dengan kompleks factor Va serta Xa pada membrane trombosit, protrombin dipecah oleh factor Xa pada dua tapak aktif untuk menghasilkan molekul thrombin dua rantai yang aktif, yang kemudian dilepas dari permukaan trombosit. Rantai A dan B pada thrombin disatukan oleh ikatan disulfide.
Konversi Fibrinogen menjadi Fibrin
Fibrinogen (factor 1, 340 kDa) merupakan glikoprotein plasma yang bersifat dapat larut dan terdiri atas 3 pasang rantai polipeptida nonidentik (Aα,Bβγ)2 yang dihubungkan secara kovalen oleh ikatan disulfda. Rantai Bβ dan y mengandung oligosakarida kompleks yang terikat dengan asparagin. Ketiga rantai tersebut keseluruhannya disintesis dihati: tiga structural yang terlibat berada pada kromosom yang sama dan ekspresinya diatur secara terkoordinasi dalam tubuh manusia. Region terminal amino pada keenam rantai dipertahankan dengan jarak yang rapat oleh sejumlah ikatan disulfide, sementara region terminal karboksil tampak terpisah sehingga menghasilkan molekol memanjang yang sangat asimetrik. Bagian A dan B pada rantai Aa dan Bβ, diberi nama difibrinopeptida A (FPA) dan B (FPB), mempunyai ujung terminal amino pada rantainya masing-masing yang mengandung muatan negative berlebihan sebagai akibat adanya residu aspartat serta glutamate disamping tirosin O-sulfat yang tidak lazim dalam FPB. Muatannegatif ini turut memberikan sifat dapat larut pada fibrinogen dalam plasma dan juga berfungsi untuk mencegah agregasi dengan menimbulkan repulse elektrostatik antara molekul-molekul fibrinogen.
Thrombin (34kDa), yaitu protease serin yang dibentuk oleh kompleks protrobinase, menghidrolisis 4 ikatan Arg-Gly diantara molekul-molekul fibrinopeptida dan bagian α serta β pada rantai Aa dan Bβ fibrinogen. Pelepasan molekul fibrinopeptida oleh thrombin menghasilkan monomer fibrin yang memiliki struktur subunit (αβγ)2. Karena FPA dan FPB masing-masing hanya mengandung 16 dab 14 residu, molwkul fibrin akan mempertahankan 98% residu yang terdapat dalam fibrinogen. Pengeluaran molekul fibrinopeptida akan memajankan tapak pengikatan yang memungkinkan molekul monomer fibrin mengadakan agregasi spontan dengan susunan bergiliran secara teratur hingga terbentuk bekuan fibrin yang tidak larut. Pembentukan polimer fibrin inilah yang menangkap trombosit, sel darah merah dan komponen lainnya sehingga terbentuk trombos merah atau putih. Bekuan fibrin ini mula-mula bersifat agak lemah dan disatukan hanya melalui ikatan nonkovalen antara molekul-molekul monomer fibrin.
Selain mengubah fibrinogen menjadi fibrin, thrombin juga mengubah factor XIII menjadi XIIIa yang merupakan transglutaminase yang sangat spesifik dan membentuk ikatan silan secara kovalen anatr molekul fibrin dengan membentuk ikatan peptide antar gugus amida residu glutamine dan gugus ε-amino residu lisin, sehingga menghasilkan bekuan fibrin yang lebih stabil dengan peningkatan resistensi terhadap proteolisis.
Regulasi Trombin
Begitu thrombin aktif terbentuk dalam proses hemostasis atau thrombosis, konsentrasinya harus dikontrol secara cermat untuk mencegah pembentukan bekuan lebih lanjut atau pengaktifan trombosit. Pengontrolan ini dilakukan melalui 2 cara yaitu:
1. Thrombin beredar dalam darah sebagai prekorsor inaktif, yaitu protrombin. Pada setiap reaksinya, terdapat mekanisme umpan balik yang akan menghasilkan keseimbangan antara aktivasi dan inhibisi.
2. Inaktivasi setiap thrombin yang terbentuk oleh zat inhibitor dalam darah.






Proses pembekuan darah

Bila terjadi luka, trombosit akan pecah mengeluarkan trombokinase
atau tromboplastin. Trombokinase akan mengubah protrombin menjadi  trombin. Trombin mengubah fibrinogen menjadi fibrin yang berbentuk  benang-benang yang menjerat sel darah merah dan membentuk gumpalan  sehingga darah membeku.
Protrombin adalah senyawa globulin yang larut dan dihasilkan di hati
dengan bantuan vitamin K (perubahan protrombin yang belum aktif
menjadi trombin yang aktif dipercepat oleh ion kalsium (Ca)). Fibrinogen  adalah protein yang larut dalam plasma darah.
Hemofilia yang biasa disebut "The Royal Diseases" atau penyakit kerajaan, hal ini disebabkan oleh Ratu Inggris, Queen Victoria (1837 - 1901) dideteksi sebagai seorang carrier/ pembawa sifat Hemofilia. Anak perempuan Queen Victoria yaitu Beatrice dan Alice, ternyata juga carrier hemofilia dan anak laki-laki dari Alice, Viscount Trematon akhirnya meninggal akibat perdarahan otak pada tahun 1928. Alice dan Beatrice, adalah carrier Hemofilia dan oleh merekalah penyebaran penyakit hemofilia hingga ke Jerman,Spanyol, Jerman dan pada keluarga Kerajaan Rusia.


Tentang Hemofilia

Hemofilia adalah penyakit genetik/turunan, merupakan suatu bentuk kelainan perdarahan yang diturunkan dari orang tua kepada anaknya dimana protein yang diperlukan untuk pembekuan darah tidak ada atau jumlahnya sangat sedikit. Penyakit ini ditandai dengan sulitnya darah untuk membeku secara normal. Apabila penyakit ini tidak ditanggulangi dengan baik maka akan menyebabkan kelumpuhan, kerusakan pada persendian hingga cacat dan kematian dini akibat perdarahan yang berlebihan. Penyakit ini ditandai dengan perdarahan spontan yang berat dan kelainan sendi yang nyeri dan menahun.


Hemofilia termasuk penyakit yang tidak populer dan tidak mudah didiagnosis. Karena itulah para penderita hemofilia diharapkan mengenakan gelang atau kalung penanda hemofilia dan selalu membawa keterangan medis dirinya. Hal ini terkait dengan penanganan medis, jika penderita hemofilia terpaksa harus menjalani perawatan di rumah sakit atau mengalami kecelakaan. Yang paling penting, penderita hemofilia tidak boleh mendapat suntikan kedalam otot karena bisa menimbulkan luka atau pendarahan, Hemofilia memiliki dua tipe, yakni tipe A dan B. Hemofilia A terjadi akibat kekurangan faktor antihemofilia atau faktor VIII. Sedangkan hemofilia B muncul karena kekurangan faktor IX.

Penyakit ini diturunkan orang tua kepada seorang anak melalui kromosom X yang tidak muncul. Saat wanita membawa gen hemofilia, mereka tidak terkena penyakit itu. Jika ayah menderita hemofilia tetapi sang ibu tidak punya gen itu, maka anak laki-laki mereka tidak akan menderita hemofilia, tetapi anak perempuan akan memiliki gen itu. Jika seorang ibu adalah pembawa dan sang ayah tidak, maka anak laki-laki akan berisiko terkena hemofilia sebesar 50 persen, dan anak perempuan berpeluang jadi pembawa gen sebesar 50 persen

Gejala dan Pengobatan Hemofilia
Gejala yang mudah dikenali adalah bila terjadi luka yang menyebabkan sobeknya kulit permukaan tubuh, maka darah akan terus mengalir dan memerlukan waktu berhari-hari untuk membeku. Bila luka terjadi di bawah kulit karena terbentur, maka akan timbul memar/ lebam kebiruan disertai rasa nyeri yang hebat pada bagian tersebut. Perdarahan yang berulang-ulang pada persendian akan menyebabkan kerusakan pada sendi sehingga pergerakan jadi terbatas (kaku), selain itu terjadi pula kelemahan pada otot di sekitar sendi tersebut.

Gejala akut yang dialami penderita Hemofilia adalah sulit menghentikan perdarahan, kaku sendi, tubuh membengkak, muncul rasa panas dan nyeri pascaperdarahan, Sedangkan pada gejala kronis, penderita mengalami kerusakan jaringan persendian permanen akibat peradangan parah, perubahan bentuk sendi dan pergeseran sendi, penyusutan otot sekitar sendi hingga penurunan kemampuan motorik penderita dan gejala lainnya. Hemofilia dapat membahayakan jiwa penderitanya jika perdarahan terjadi pada bagian organ tubuh yang vital seperti perdarahan pada otak.
* Apabila terjadi benturan pada tubuh akan mengakibatkan kebiru-biruan (pendarahan dibawah kulit)
* Apabila terjadi pendarahan di kulit luar maka pendarahan tidak dapat berhenti.
* Pendarahan dalam kulit sering terjadi pada persendian seperti siku tangan, lutut kaki sehingga mengakibatkan rasa nyeri yang hebat.

Bagi mereka yang memiliki gejala-gejala tersebut, disarankan segera melakukan tes darah untuk mendapat kepastian penyakit dan pengobatannya. Pemberian transfusi rutin berupa kriopresipitat-AHF atau Recombinant Factor VIII untuk penderita Hemofilia A dan plasma beku segar untuk penderita hemofilia B. Terapi lainnya adalah pemberian obat melalui injeksi. Baik obat maupun transfusi harus diberikan pada penderita secara rutin setiap 7-10 hari. Tanpa pengobatan yang baik, hanya sedikit penderita yang mampu bertahan hingga usia dewasa. Karena itulah kebanyakan penderita hemofilia meninggal dunia pada usia dini.

Bila terjadi pendarahan/ luka pada penderita Hemofilia pengobatan definitif yang bisa dilakukan adalah dengan metode RICE, singkatan dari Rest, Ice, Compression, dan Elevation.
- Rest. Penderita harus senantiasa beristirahat, jangan banyak melakukan kegiatan yang sifatnya kontak fisik.
- Ice. Jika terjadi luka segera perdarahan itu dibekukan dengan mengkompresnya dengan es.
- Compression. Dalam hal ini, luka itu juga harus dibebat atau dibalut dengan perban.
- Elevation. Berbaring dan meninggikan luka tersebut lebih tinggi dari posisi jantung.

Ada dua cara pengobatan Hemofilia, Pertama, terapi on demand yaitu terapi saat terjadi perdarahan menggunakan infus produk untuk menggantikan faktor pembekuan. Sedangkan yang kedua profilaksis adalah infus faktor ke delapan secara rutin untuk mempertahankan kadar minimum faktor VIII/IX dengan kadar konsentrasi untuk mencegah sebagian besar perdarahan

Perawatan bagi penderita Hemofilia
Penderita hemofilia juga harus rajin melakukan perawatan dan pemeriksaan kesehatan gigi dan gusi secara rutin. Untuk pemeriksaan gigi dan gusi, dilakukan minimal 6 bulan sekali, karena kalau giginya bermasalah misal harus dicabut, tentunya dapat menimbulkan perdarahan. Selain itu penderita Hemofilia sedapat mungkin menghindari penggunaan aspirin karena dapat meningkatkan perdarahan dan jangan sembarang mengonsumsi obat-obatan. Untuk pelaksanaan operasi ringan hingga berat bagi penderita hemofila harus melalui konsultasi dokter.

Mengonsumsi makanan atau minuman yang sehat dan menjaga berat tubuh agar tidak berlebihan. Karena berat badan berlebih dapat mengakibatkan perdarahan pada sendi-sendi di bagian kaki (terutama pada kasus hemofilia berat). Olahraga secara teratur untuk menjaga otot dan sendi tetap kuat dan untuk kesehatan tubuh. Kondisi fisik yang baik dapat mengurangi jumlah masa perdarahan.



Kelainan Perdarahan

DEFINISI

Kelainan Perdarahan ditandai dengan kecenderungan untuk mudah mengalami perdarahan, yang bisa terjadi akibat kelainan pada pembuluh darah maupun kelainan pada darah.
Kelainan yang terjadi bisa ditemukan pada faktor pembekuan darah< atau trombosit.

Dalam keadaan normal, darah terdapat di dalam pembuluh darah (arteri, kapiler dan vena).
Jika terjadi perdarahan, darah keluar dari pembuluh darah tersebut, baik ke dalam maupun ke luar tubuh.
Tubuh mencegah atau mengendalikan perdarahan melalui beberapa cara.

Homeostatis adalah cara tubuh untuk mengentikan perdarahan pada pembuluh darah yang mengalami cedera.
Hal ini melibatkan 3 proses utama:

1. Konstriksi (pengkerutan) pembuluh darah
2. Aktivitas trombosit (partikel berbentuk seperti sel yang tidak teratur, yang terdapat di dalam darah dan ikut serta dalam proses pembekuan)
3. Aktivitas faktor-faktor pembekuan darah (protein yang terlarut dalam plasma).

Kelainan pada proses ini bisa menyebabkan perdarahan ataupun pembekuan yang berlebihan, dan keduanya bisa berakibat fatal.


BAGAIMANA TUBUH MENCEGAH PERDARAHAN


Pembuluh darah merupakan penghalang pertama dalam kehilangan darah. Jika sebuah pembuluh darah mengalami cedera, maka pembuluh darah akan mengkerut sehingga aliran darah keluar menjadi lebih lambat dan proses pembekuan bisa dimulai.
Pada saat yang sama, kumpulan darah diluar pembuluh darah (hematom) akan menekan pembuluh darah dan membantu mencegah perdarahan lebih lanjut.

Segera setelah pembuluh darah robek, serangkaian reaksi akan mengaktifkan trombosit sehingga trombosit akan melekat di daerah yang mengalami cedera. Perekat yang menahan trombosit pada pembuluh darah ini adalah faktor von Willebrand, yaitu suatu protein plasma yang dihasilkan oleh sel-sel di dalam pembuluh darah.
Kolagen dan protein lainnya (terutama trombin), akan muncul di daerah yang terluka dan mempercepat perlekatan trombosit.
Trombosit yang tertimbun di daerah yang terluka ini membentuk suatu jaring yang menyumbat luka; bentuknya berubah dari bulat menjadi berduri dan melepaskan protein serta zat kimia lainnya yang akan menjerat lebih banyak lagi trombosit dan protein pembekuan.

Trombin merubah fibrinogen (suatu faktor pembekuan darah yang terlarut) menjadi serat-serat fibrin panjang yang tidak larut, yang terbentang dari gumpalan trombosit dan membentuk suatu jaring yang menjerat lebih banyak lagi trombosit dan sel darah.
Serat fibrin ini akan memperbesar ukuran bekuan dan membantu menahannya agar pembuluh darah tetap tersumbat.
Rangkaian reaksi ini melibatkan setidaknya 10 faktor pembekuan darah.

Suatu kelainan pada setiap bagian proses hemostatik bisa menyebabkan gangguan.
Pembuluh darah yang rapuh akan lebih mudah mengalami cedera atau tidak dapat mengkerut.
Pembekuan tidak akan berlangsung secara normal jika jumlah trombosit terlalu sedikit, trombosit tidak berfungsi secara normal atau terdapat kelainan pada faktor pembekuan.
Jika terjadi kelainan pembekuan, maka cedera yang ringan pun bisa menyebabkan kehilangan darah yang banyak.

Sebagian besar faktor pembekuan dibuat di dalam hati, sehingga kerusakan hati yang berat bisa menyebabkan kekurangan faktor tersebut di dalam darah.
Vitamin K (banyak terdapat pada sayuran berdaun hijau) sangat penting dalam pembuatan bentuk aktif dari beberapa faktor pembekuan. Karena itu kekurangan zat gizi atau obat-obatan yang mempengaruhi fungsi normal vitamin K (misalnya warfarin) bisa menyebabkan perdarahan.
Kelainan perdarahan juga bisa terjadi jika pembekuan yang berlebihan telah menghabiskan sejumlah besar faktor pembekuan dan trombosit atau jika suatu reaksi autoimun menghalangi aktivitas faktor pembekuan.

Reaksi yang menyebabkan terbentukan suatu gumpalan fibrin diimbangi oleh reaksi lainnya yang menghentikan proses pembekuan dan melarutkan bekuan setelah keadaan pembuluh darah membaik.
Tanpa sistem pengendalian ini, cedera pembuluh darah yang ringan bisa memicu pembekuan di seluruh tubuh.
Jika pembekuan tidak dikendalikan, maka pembuluh darah kecil di daerah tertentu bisa tersumbat. Penyumbatan pembuluh darah otak bisa menyebabkan stroke; penyumbatan pembuluh darah jantung bisa menyebabkan serangan jantung dan bekuan-bekuan kecil dari tungkai, pinggul atau perut bisa ikut dalam aliran darah dan menuju ke paru-paru serta menyumbat pembuluh darah yang besar di paru-paru (emboli pulmoner).


OBAT-OBAT YANG MEMPENGARUHI PEMBEKUAN


Jenis-jenis obat tertentu bisa membantu seseorang yang memiliki resiko tinggi membentuk bekuan darah yang berbahaya.
Pada penyakit arteri koroner yang berat, gumpalan kecil dari trombosit bisa menyumbat arteri yang sebelumnya telah menyempit dan memutuskan aliran darah ke jantung, sehingga terjadi serangan jantung.
Aspirin dosis rendah (dan beberapa obat lainnya) bisa mengurangi perlengketan antar trombosit sehingga tidak akan terbentuk gumpalan yang akan menyumbat arteri.

Antikoagulan mengurangi kecenderungan terbentuknya bekuan darah dengan cara mencegah aksi dari faktor pembekuan. Antikoagulan seringkali disebut sebagai pengencer darah, meskipun sesungguhnya tidak benar-benar mengencerkan darah.
Antikoagulan yang sering digunakan adalah warfarin (per-oral) dan heparin (suntikan).

Seseorang yang memiliki katup jantung buatan atau harus menjalani tirah baring selama berbulan-bulan, seringkali mendapatkan antikoagulan sebagai tindakan pencegahan terhadap pembentukan bekuan.
Orang yang mengkonsumsi antikoagulan harus diawasi secara ketat. Pemantauan terhadap efek obat ini dilakukan melalui pemeriksaan darah untuk mengukur waktu pembekuan dan hasil pemeriksaan ini dipakai untuk menentukan dosis selanjutnya.
Dosis yang terlalu rendah tidak dapat mencegah pembekuan, sedangkan dosis yang terlalu tinggi bisa menyebabkan perdarahan hebat.

Fibrinolitik adalah obat-obat yang membantu melarutkan bekuan yang telah terbentuk.
Segera melarutkan bekuan bisa mencegah kematian jaringan jantung karena kekurangan darah akbiat penyumbatan pembuluh darah.
Fibrinolitik yang biasa digunakan untuk melarutkan bekuan pada penderita serangan jantung adalah streptokinase, urokinase dan aktivator plasminogen jaringan.


MUDAH MEMAR

Seseorang bisa mudah memar karena kapiler yang rapuh di dalam kulit.
Setiap pembuluh darah kecil ini robek maka sejumlah kecil darah akan merembes dan menimbulkan bintik-bintik merah di kulit (peteki) atau cemar ungu kebiruan (purpura).

Wanita lebih mudah mengalami memar akibat cedera ringan, terutama pada paha, bokong dan lengan atas.
Kadang hal ini merupakan keturunan.
Kebanyakan keadaan ini tidak serius, tetapi bisa merupakan suatu pertanda bahwa ada sesuatu yang salah dalam elemen pembekuan darah, terutama trombosit. Untuk mengetahuinya bisa dilakukan pemeriksaan darah.

Pada usia lanjut (terutama jika banyak terkena sinar matahari), memar biasanya timbul di punggung tangan dan lengan bawah (purpura senilis).
Usia lanjut sangat mudah membentuk memar jika terbentur atau jatuh karena pembuluh darahnya rapuh dan lapisan lemak dibawah kulitnya tipis. Darah yang merembes dari pembuluh darah yang rusak akan membentuk bercak ungu tua (hematom). Memar ini bisa menetap selama beberapa waktu, dan pada akhirnya menjadi hijau muda, kuning atau coklat.

Mudah memar bukan merupakan penyakit dan tidak memerlukan pengobatan.
Untuk mengurangi memar, sebaiknya hindari cedera.


KELAINAN JARINGAN IKAT

Pada penyakit tertentu, misalnya sindroma Ehlers-Danlos, terdapat kolagen (serat protein yang kuat di dalam jaringan ikat) yang lemah.
Kolagen mengelilingi dan menyokong pembuluh darah yang melewati jaringan ikat, karena itu kelainan pada kolagen bisa menyebabkan pembuluh darah sangat peka terhadap robekan.

Tidak ada pengobatan khusus, penderita sebaiknya menghindari cedera dan jika terjadi perdarahan harus segera diatasi.

PENYEBAB

Penyebab tidak terjadinya bekuan darah:

1. Trombositopenia : konsentrasi trombosit yang rendah di dalam darah
2. Penyakit von Willebrand : trombosit tidak melekat pada lubang di dinding pembuluh darah
3. Penyakit trombosit herediter : trombosit tidak melekat satu sama lain untuk membentuk suatu sumbatan
4. Hemofilia : tidak ada faktor pembekuan VII atau IX
5. DIC (disseminated intravascular coagulation) : kekurangan faktor pembekuan karena pembekuan yang berlebihan.





Faktor-Faktor Pembekuan Darah
Faktor I
Fibrinogen: sebuah faktor koagulasi yang tinggi berat molekul protein plasma dan diubah menjadi fibrin melalui aksi trombin. Kekurangan faktor ini menyebabkan masalah pembekuan darah afibrinogenemia atau hypofibrinogenemia.
Faktor II
Prothrombin: sebuah faktor koagulasi yang merupakan protein plasma dan diubah menjadi bentuk aktif trombin (faktor IIa) oleh pembelahan dengan mengaktifkan faktor X (Xa) di jalur umum dari pembekuan. Fibrinogen trombin kemudian memotong ke bentuk aktif fibrin. Kekurangan faktor menyebabkan hypoprothrombinemia.
Faktor III
Jaringan Tromboplastin: koagulasi faktor yang berasal dari beberapa sumber yang berbeda dalam tubuh, seperti otak dan paru-paru; Jaringan Tromboplastin penting dalam pembentukan prothrombin ekstrinsik yang mengkonversi prinsip di Jalur koagulasi ekstrinsik. Disebut juga faktor jaringan.
Faktor IV
Kalsium: sebuah faktor koagulasi diperlukan dalam berbagai fase pembekuan darah.
Faktor V
Proaccelerin: sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif labil dan panas, yang hadir dalam plasma, tetapi tidak dalam serum, dan fungsi baik di intrinsik dan ekstrinsik koagulasi jalur. Proaccelerin mengkatalisis pembelahan prothrombin trombin yang aktif. Kekurangan faktor ini, sifat resesif autosomal, mengarah pada kecenderungan berdarah yang langka yang disebut parahemophilia, dengan berbagai derajat keparahan. Disebut juga akselerator globulin.
Faktor VI
Sebuah faktor koagulasi sebelumnya dianggap suatu bentuk aktif faktor V, tetapi tidak lagi dianggap dalam skema hemostasis.
Faktor VII
Proconvertin: sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif stabildan panas dan berpartisipasi dalam Jalur koagulasi ekstrinsik. Hal ini diaktifkan oleh kontak dengan kalsium, dan bersama dengan mengaktifkan faktor III itu faktor X. Defisiensi faktor Proconvertin, yang mungkin herediter (autosomal resesif) atau diperoleh (yang berhubungan dengan kekurangan vitamin K), hasil dalam kecenderungan perdarahan. Disebut juga serum prothrombin konversi faktor akselerator dan stabil.
Faktor VIII
Antihemophilic faktor, sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif labil dan berpartisipasi dalam jalur intrinsik dari koagulasi, bertindak (dalam konser dengan faktor von Willebrand) sebagai kofaktor dalam aktivasi faktor X. Defisiensi, sebuah resesif terkait-X sifat, penyebab hemofilia A. Disebut juga antihemophilic globulin dan faktor antihemophilic A.
Faktor IX
Tromboplastin Plasma komponen, sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif stabil dan terlibat dalam jalur intrinsik dari pembekuan. Setelah aktivasi, diaktifkan Defisiensi faktor X. hasil di hemofilia B. Disebut juga faktor Natal dan faktor antihemophilic B.
Faktor X
Stuart faktor, sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif stabil dan berpartisipasi dalam baik intrinsik dan ekstrinsik jalur koagulasi, menyatukan mereka untuk memulai jalur umum dari pembekuan. Setelah diaktifkan, membentuk kompleks dengan kalsium, fosfolipid, dan faktor V, yang disebut prothrombinase; hal ini dapat membelah dan mengaktifkan prothrombin untuk trombin. Kekurangan faktor ini dapat menyebabkan gangguan koagulasi sistemik. Disebut juga Prower Stuart-faktor. Bentuk yang diaktifkan disebut juga thrombokinase.
Faktor XI
Tromboplastin plasma yg di atas, faktor koagulasi yang stabil yang terlibat dalam jalur intrinsik dari koagulasi; sekali diaktifkan, itu mengaktifkan faktor IX. Lihat juga kekurangan faktor XI. Disebut juga faktor antihemophilic C.
Faktor XII
Hageman faktor: faktor koagulasi yang stabil yang diaktifkan oleh kontak dengan kaca atau permukaan asing lainnya dan memulai jalur intrinsik dari koagulasi dengan mengaktifkan faktor XI. Kekurangan faktor ini menghasilkan kecenderungan trombosis.
Faktor XIII
Fibrin-faktor yang menstabilkan, sebuah faktor koagulasi yang merubah fibrin monomer untuk polimer sehingga mereka menjadi stabil dan tidak larut dalam urea, fibrin yang memungkinkan untuk membentuk pembekuan darah. Kekurangan faktor ini memberikan kecenderungan seseorang hemorrhagic. Disebut juga fibrinase dan protransglutaminase. Bentuk yang diaktifkan juga disebut transglutaminase.



0 komentar:

Posting Komentar